Diberdayakan oleh Blogger.

Pantun Dadakan Sewaktu Menerima Kunjungan Dari ISID Gontor Ponorogo








Taman Suropati di Menteng Yang Mentereng. Cihuiii!

Gambar
            Kanti![1] Ketika pertama kali melihat taman ini, saya kagum dan sedikit ‘wah.’ Sudah dua tahun saya melanglang buana di ibu kota, baru pertama kali melihat taman bersih, rapi, dan sejuk seperti Taman Suropati. Entah memang taman ini yang paling bersih se-Jakarta, atau saya-nya yang baru mengetahuinya. J
Awal saya bertemu dengan Taman Suropati adalah buah dari ketidaksengajaan alias hasil dari kesasar. Waktu itu saya mau ke kedutaan Brunei Darussalam, karena saya belum pernah ke daerah itu, saya memutuskan untuk naik busway, selain murah dan hanya bayar sekali, saya bisa tanya-tanya pada petugas busway. Akan tetapi karena daerah itu tidak dilalui jalur busway, kebanyakan mereka menggelengkan kepala, ketika saya tanyakan letak kedutaan Brunei Darussalam. Ada petugas yang menerka-nerka, “Kalau gak salah deket kedutaan Malaysia deh, mas.”  Tapi setelah kedutaan Malaysia dilewati belum juga kelihatan kedutaan negeri Hasanah Bolkiah itu.
Ketika saya tanya jalan Teuku Umar di daerah Menteng, fikiran mereka langsung terkoneksikan ke jalur-jalur busway, wajah mereka langsung memancarkan aura tau banget gitu. “Ooo Menteng, kalau begitu turun di halte Latu Harhari aja, mas. Sudah masuk daerah Menteng, kok.”
Setelah turun, saya bertanya kembali ke petugas penjual tiket. Nah, dari mbak penjual tiket ini baru saya mendapatkan ‘pencerahan.’
“Mas jalan ke arah jalan Imam Bonjol itu, terus jalan sampai ketemu pos polisi di perempatan. Mas tanya polisi lagi, soalnya saya bingung juga ngejelasinnya.” Kata mba yang baik hati itu sambil tangannya menunjuk ke arah jalan Imam Bonjol.   
            Petuah mba penjual tiket itu saya ikuti, dan langsung menyusuri jalan Imam Bonjol yang berada disebelah kanan saya. Ternyata di jalan Imam Bonjol juga terdapat beberapa kedutaan seperti kedutaan Republim Islam Iran. Pos polisi yang dimaksud oleh si mba tadi berupa tenda sederhana berwarna hijau muda, di sana duduk dua orang polisi sembari mengawasi lalu lintas.
            Pertanyaan yang sama saya tanyakan kembali pada pak Polisi. “Dari sini mas terus jalan—arah kanan—lewat di samping kedutaan Filipina, teruuuuuuss sampai ketemu perempatan, nah, dari sana mas belok kiri. Jalan terus dari sana sampai ketemu jalan Teuku Umar, mas tanyain lagi, deh, kedutaan Brunei Darussalam, gak jauh koq dari kedutaan Mesir.”
            Setelah berterima kasih, saya langsung melesat alias jalan kaki mengikuti petunjuk Pak Polisi, banyak angkutan disana, tapi bukannya tidak mau naik taxi, kantong saya hanya cukup untuk makan siang.
Sesampainya di perempatan yang dimaksud oleh pak Polisi (tepat di depan gereja), saya bingung kiri apa kanan. Namun dengan ijtihad yang luar biasa, akhirnya saya pilih kanan.     Upss, saya tersasar, namun saya beruntung karena menjumpai Masjid Agung Sunda Kelapa—masjid yang legendaris itu—dan kebetulan waktu shalat zuhur sudah masuk. Alhamdulillah!
            Setelah shalat, saya tanya-tanya lagi. Kali ini sama Abg berjilbab yang sedang mengenakan sepatu. Dengan khas Abg dia menerangkan jalan Teuku Umar. Dari gerbang utama Masjid Agung Sunda Kelapa belok kiri, saya jalan terus. Dan akhirnya saya menemukan pesona kehijaun dengan riak-riak air mancur yang menakjubkan.

            Karena tidak sengaja bertemu dengan Taman Suropati, serta tidak ada niat untuk mengunjungi taman ini, Saya hanya bedecak kagum saja. Tidak ada aksi potret-memotret karena saya tidak bawa kamera. Namun untuk yang ke dua kalinya, saya datang bersama teman. Selain sama-sama punya agenda ke kedutaan, kami bisa saling bergantian foto-foto.

Diambil dari blog pribadi saya. jejakhikayat.wordpress.com

 GambarGambar
            Kanti, asli tidak ada sampah sewaktu kami keliling Taman Suropati ini. Mungkin dikarenakan taman ini sangat diperhatikan oleh pengelolanya. Selain bersih, taman ini menawarkan kesejukan ditengah sengatan matahari, kesejukannya—menurut saya—menyamai ketika berada di dalam hutan (pernah kan ke dalam hutan?). Bahkan saya kaget ketika berjalan-jalan, ada seseorang yang tengah asyiknya ngorok tanpa beban sedikitpun.
            Disini juga disediakan temapat duduk disetiap sisi, jadi bagi yang ingin ngobrol, curhat, ber-haha hihi, ataupun hanya sekedar merenungi nasib, taman ini cocok sekali untuk aktifitas-aktifitas tersebut.
            Untuk masalah keamanan kanti jangan risau, di sini sudah ada pos polisi, dan jumlah personilnya pun ada banyak. Kemungkinan penyebab seseorang yang saya temukan tadi begitu menikmati dengkurannya, karena terdapat banyak polisi disini. Jadi kalau ada apa-apa , tinggal teriak saja. Ya gak?
            Bagi yang butuh suasana baru untuk menulis, dan sering berselancar di dunia antah berantah, disini juga disediakan free wifi. Kalau tidak percaya, nih liat!
       Gambar
           Oh iya, di Taman Suropati terdapat penjual kopi keliling, ada pula penjual bakso yang berada dipinggir taman. Coba kanti bayangkan, duduk sembari menulis dengan ditemani segelas kopi dan semangkuk bakso, ditambah lagi udara sejuk yang menjalar keseluruh tubuh, serta jauh dari hiruk pikuk kendaraan. Luar biasaaaa!
            Disini terdapat beberapa bangunan, yang pada awalnya saya menyangka hanya bangunan penghias taman saja. Namun, setelah bertemu dengan prasasti yang mencantumkan fungsi-fungsinya, saya baru faham maskud dari bangunan-bangunan tersebut. Yaitu bangunan-bangunan itu berupa monumen, untuk mengabadikan enam negara pendiri ASEAN.
  1. Thailand dengan Fraternity (Persaudaraan).
  2. Indonesia dengan Peace (Persaudaraan).
  3. Singapura denga Spirit of Asean (Semangat ASEAN).
  4. Malaysia dengan Peace, Harmony dan One.
  5. Brunei Darussalam dengan Harmony (Keharmonisan).
  6. Filipina dengan Rebirth (Kelahiran kembali).      
Kanti, ada sedikit kejadian menegangkan. Waktu saya mengambil gambar di taman ini, rupanya aksi saya mengundang kecurigaan security of USA Ambasador Resdiance (pokoknya gitu deh tulisannya), mungkin disangka saya mengambil sampel untuk aksi kejahatan. Saya dipanggil dan hasil jepretan saya diperiksa. Saya nurut saja permintaan om security, dari pada dibentak dan dipentungi.
Setelah saya tanya, rupanya hasil potretan—apapun jenis kameranya—tidak boleh mengenai pagar-pagar rumah Duta Besar. Saya akhirnya ngeh, dan memenuhi permintaan security of kedutaan besar itu.
Awalnya saya suuzhan berat sama si security itu, pengen marah se-marah-marahnya tapi takut. Penyebabnya ada banyak yang foto-foto, kok hanya saya yang diinterogasi. Padahal aksi mereka lebih aneh lagi dari aksi saya, ada yang memotret sambil tidur, sambil duduk, sambil meliuk-liuk. Namun, tidak satupun diantara mereka yang dapat ‘undangan’ security itu. Pada akhirnya suuzhan saya lenyap tanpa bekas, setelah seorang cewek yang sedang menjepret temannya, ditegur sama security tadi. Rupanya mata si security itu jeli juga yah.
Kanti, penyebab satu-satunya udara disini begitu nyaman, adalah karena taman ini terdapat banyak pohon tingi lagi lebat. Dan itu bukan hanya di satu sisi saja, namun di setiap sudut seantero Taman Suropati. Di sini juga terdapat sekawanan burung merpati dari jenis yang tidak saya ketahui. Jika kita menaburkan beras, mereka akan mengahmpiri kita tanpa assalamualaikum terlebih dahulu, terus mematuk-matuk beras yang kita tebar tadi. Kira-kira begitulah yang dilakukan oleh keluarga bule.
Gambar
Jadi, kalau kanti butuh kesendirian ditengah kesejukan, kebersihan dan ketenangan, atau butuh tempat jooging tanpa harus mencium asap knalpot, saya rasa disinilah tempat yang tepat. Walaupun berada di tengah kota, taman ini tidak ada sensasi kotanya, yang ada hanyalah suasana kedamaian. Sebagai penutup saya lampirkan foto-foto Taman Suropati dari berbagai sisi.
 Gambar           
 Gambar
 Gambar
Gambar

Menjawab Pertanyaan "Bisakah Tuhan Menciptakan Makhluk yang Lebih Berkuasa Dari-Nya?"

Sumber gambar: jmvfkhua.wordpress.com
"Bisakah Tuhan menciptakan makhluk yang lebih berkuasa dari diri-Nya sendiri?"

Pertanyaan ini sebenarnya adalah pertanyaan menjebak. Sebab kalau dijawab dengan tergesa-gesa maka akan kecolongan. Andaikan saja jawabannya adalah bisa. Maka kalau Tuhan bisa menciptakan makhluk yang lebih berkuasa dari diri-Nya sendiri, itu berarti Tuhan bukanlah Yang Maha Kuasa, karena posisi Yang Maha Kuasa sudah berpindah dari-Nya kepada makhluk-Nya. Begitu pula dengan jawaban tidak bisa, itu artinya Tuhan bukan pula Yang Maha Kuasa, karena Ia tidak bisa menciptakan yang lebih berkuasa dari diri-Nya.

Menjebak bukan? Oleh karena itu, hendaklah berhati-hati dalam menjawab pertanyaan ini. Pertanyaan ini harus dijawab dengan seksama, dengan perenungan yang lebih dalam. 

Ok, mari kita bongkar pertanyaan ini. Ada empat poin yang harus diperhatikan di bawah ini, yaitu:
  1. Pertanyaan ini seharusnya tidak ada atau tidak ditanya, kecuali kalau si penanya hendak menguji sejauh mana kecerdasan orang yang ditanya. Kenapa pertanyaan ini seharusnya tidak ditanya? Karena sebagai manusia yang beragama seharusnya mempunyai  keyakinan dan kepercayaan penuh bahwa Tuhan lah Yang Maha Kuasa tanpa ada satu tandinganpun. 
  2. Ada sifat-sifat Tuhan yang mustahil bagi diri-Nya. Kenapa ada sifat mustahil bagi diri Tuhan, karena kalau tidak ada sifat mustahil bagi diri Tuhan berarti ia bukanlah Tuhan. Contohnya seperti ini, mustahil bagi Tuhan itu punya anak, mustahil bagi diri-Nya menyerupai makhluk-Nya. Dan begitu juga bagi Tuhan, mustahil bagi diri-Nya untuk tidak Yang Maha Kuasa (YMK). Karena posisi YMK cuma ada satu, dan posisi itu tidak memungkinkan diisi oleh yang lainnya.
  3. Tuhan adalah Yang Maha Pencipta. Seluruh alam Dia lah yang menciptakannya. Ia juga yang menciptakan gempa bumi, tsunami, badai, topan, petir yang memekakkan telinga, banjir yang menakutkan, Izrail sang pencabut nyawa. Membayangkan ( yang disebutkan tadi) saja sudah sangat mengerikan, lantas kenapa harus ada ruang di dalam benak manusia sebuah pertanyaan, "bisa gak Tuhan menciptakan makhluk yang lebih berkuasa dari pada diri-Nya?."
  4. Tuhan Maha Pencipta dan Dia lah satu-satunya Yang Maha Kuasa. Sudah banyak dalil yang menyebutkan tentang Kemahakuasaan Tuhan dan Kemaha penciptaan. Namun, menciptakan makhluk yang lebih berkuasa dari diri-Nya itu mustahil, karena melanggar poin yang nomor 2 tadi.
Wallahu A'lam.

Penetrasi Ideologi


BAB I
PENDAHULUAN
            Setiap idiologi membutuhkan generasi untuk memelihara keberadaannya agar tetap eksis di dunia. Ada beberapa cara yang dilakukan oleh penganut  idiologi untuk memburu para penerusnya, baik dengan menyebarkan faham berupa menerbitkan buku-buku atau dengan merekrut para pemuda-pemuda yang diharap bisa dan mampu untuk meneruskan idiologinya.
Salah satu lahan basah untuk mencari penerus penganut paham sebuah idiologi ialah dengan merekrut pemuda-pemuda yang berada di kampus. Tentu hal ini disadari oleh para-para fungsionaris penganut paham idiologi. Karena itulah banyak kita temukan berbagai macam idiologi di universitas. Biasanya para penganut idiologi menyasar mahasiswa-mahasiswa baru yang belum muncul timbul sikap kritisnya. Akan tetapi, tidak semua idiologi itu baik untuk dijadikan pedoman, mahasiswa harus mampu memilih dan memilah idiologi.
Kemampuan mahasiswa untuk menyeleksi sebuah paham seyogyanya disandingkan dengan pengetahuan tentang bagaimana mencegah paham-paham yang tidak baik.
Sebuah paham keliru yang tersebar di dunia kampus ialah pemahaman tentang Islam tidak syumul atau Islam itu tidak lengkap. Islam hanya sebatas masalah ibadah mahdhah saja. Tidak ada konsep ekonomi di dalam Islam, tidak ada sistem politik, sistem peradilan dan sebagainya. Sehingga dengan adanya pendangkalan pemahaman tentang Islam ini para orientalis, penjajah dan barat dengan leluasa menyusupkan idiologinya ke dalam memori umat Islam.
Pemahaman yang keliru terhadap Islam tak ubahnya virus yang bisa menggrogoti pemahaman dan keyakinan seseorang terhadap Islam. Sebagai pengidap virus liberal, seorang dosen lazimnya juga menyebarkan visrusnya kepada mahasiswa. Jika mahasiswanya lulus dan tidak sadar dengan virus yang menjangkitinya, dia pun akan menjadi penyebar virus yang baru kepada orang lain. Begitu seterusnya. Siklus penyebaran virus liberal ini akan berkelanjutan dengan dukungan pendanaan yang melimpah dari negara-negara Barat dan media yang luas.[1]
Mereka juga menganggap bahwa penyebab kemunduran Islam pada hari ini ialah akibat kaum Muslimin tidak berani mengaduk-aduk aturan baku yang sudah ada di dalam Islam. Padahal Islam tidak boleh ditafsirkan semaunya dengan mengatasnamakan modernisasi, kebebasan berfikir, apresiasi, dan sejenisnya agar sesuai dengan target dan kepentingan pribadi. Wahyu diturunkan untuk membentuk kehidupan manusia, bukan sebaliknya, wahyu dimodifikasi agar sesuai dengan selera dan kemauan manusia. Manusia harus mendengar apa kata wahyu, bukan wahyu harus mendengar apa maunya manusia.[2] 
Pemahaman ini terjadi karena kekaguman yang berlebihan terhadap kemajuan barat dan realitas kondisi umat Islam saat ini telah menyilaukan banyak cendikiawan untuk mengikuti jalan Barat dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam bidang pemikiran keagamaan.[3] Padahal kemajuan barat merupakan ‘buah’ dari pergesekan antara peradaban barat dan Islam. Ketika perang Salib usai mereka banyak membawa peradaban Islam menuju rumah mereka, seperti teknologi tekstil dan pewarnaannya.
 Usaha-usaha untuk menyebarkan paham-paham keliru juga dilakukan dengan mencoba mempelajari Islam dengan pengembangan studi Islam yang berbasis pada kesejarahan. Secara sadar atau tidak pengembangan studi Islam yang berbasis pada kesejarahan telah mengubah corak dan arah studi Islam di Indonesia saat ini. Studi Islam tidak diarahkan untuk menghasilkan sarjana yang meyakini kebenaran agamanya, tetapi justru didorong untuk menghilangkan klaim kebenaran pada agamanya sendiri. Caranya, kadang dilakukan dengan mengobrak-abrik makna istilah-istilah pokok dalam Islam, seperti makna Islam, iman, kafir dan seterusnya.[4]
Dalam pandangan sekuler, Islam harus mengikuti perkembangan manusia. Dalam arti, ajaran-ajaran yang mereka anggap tidak sesuai lagi dan tidak dapat diterapkan di era globalisasi ini, konsekuensinya harus dihilangkan kendatipun itu kewajiban mutlak yang universal. Mereka melakukan (reinterpretasi) terhadap ketentuan Islam agar lebih bisa diterima dan tidak dianggap berseberangan dengan kemauan masyarakat modern. [5]
Akhir-akhir ini kerap terdengar seruan perlunya penafsiran ulang alias reinterpretasi Al-Qur’an dan ajaran Islam. Alasan yang sering dikemukakan antara lain karena kitab suci ini dikatakan merupakan refleksi dari dan reaksi terhadap kondisi sosial, budaya, ekonomi, dan politik pada zaman Arab Jahiliyah abad ke-7 Masehi yang primitif dan patriarkis. Karena itu ayat-ayat Al-Qur’an yang terkesan ‘menindas’ wanita, seperti memberbolehkan poligami, menekankan superioritas suami, mengatur pembagian warisan, ataupun yang terkesan tidak manusiawi (barbaric), seperti ayat-ayat jihad/ qital dan hukum pidana (hudud), seperti soal potong tangan, qishah, dan rajam, semua ini perlu ditinjau dan ditafsirkan kembali agar sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM) dan nilai-nilai demokrasi, perlu direinterpretasikan agar sesuai dengan denyut nadi peradaban manusia modern yang sedang dan terus berubah.[6]
Pandangan-pandangan yang keliru tentang Islam oleh para cendikiawan sekuler Barat yang mengarah pada kehancuran manusia. Menurut Prof. Syed Muhammad Naquib Al-Attas, yang dikutip oleh DR. Adian Husaini, mengatakan bahwa bagi cendikiawan sekuler Barat, kebenaran fundamental dari agama dipandang sekedar teoritis. Kebenaran absolut dinegasikan dan nilai-nilai relatif dierima. Tidak ada satu kepastian. Konsekuensinya, adalah penegasian Tuhan dan  akhirat dan menempatkan manusia sebagai satu-satunya yang berhak mengatur dunia. Manusia akhirnya dituhankan dan Tuhan dimanusiakan. Berbagai problem kemanusiaan muncul sebagai hasil dari kacaunya nilai-nilai.[7]
Adnin Arnas, M.A. mengatakan tentang paham-paham keliru dan ketidakjelasan para aktivis liberalisme Islam. Beberapa diantaranya bersifat spekulatif dan eksperimental. Jika disimak makna liberal itu sendiri tidak jelas. Akibat kaburnya batasan itu adalah timbulnya ide tak terbatas. Hasilnya gagasan liberalisasi Islam tanpa konsep yang jelas dapat berujung pada gagasan Islam liar yang menggunakan jargon kebebasan.[8]
Secara sadar atau tidak pemuda-pemuda Islam mulai dijangkiti virus-virus jahat pandangan berupa anggapan bahwa belajar Islam serta mengikuti aturan-aturannya hanya berakhir pada profesi mengurus mushola. Padahal ilmuan-ilmuan zaman terdahulu justru menjunjung tinggi kepribadian Islam dan mereka belajar Islam jauh sebelum mereka belajar Ilmu-Ilmu yang lain.  









BAB II
PEMBAHASAN
            Ghazwul fikri atau perang pemikiran telah dilakukan oleh para orientalis Barat sejak berabad-abad yang lalu sebagai bagian dari perang salib dan kolonialisasi yang mereka lakukan di negeri-negeri timur dan Islam. Tujuan dari perang pemikiran mereka lakukan adalah unuk melemahkan kaum Muslimin dari dalam. Bentuknya berupa pendangkalan aqidah, memperlemah ghirah, dan kecintaan umat Islam terhadap agamanya. Mereka juga menjauhkan kaum Muslimin dengan Al-Qur’an sebagai pedoman. Dengan lemahnya umat Islam, mereka mudah memecah belah dan mengusai semua segi kehidupan Umat Islam.
            Pendangkalan-pendangkalan pemahaman terhadap ajaran Islam merupakan pekerjaan besar para orientalis. Kalau dahulu pendengkalan dilakukan oleh para orientalis langsung melalui tangan para penjajah. Sekarang para orientalis tidak perlu untuk terjun langsung, mereka merasa cukup untuk mencetak generasi-generasi mereka yang berasal dari ‘darah daging’ kaum Muslimi sendiri. Para generasi ini menusuk langsung jantung kaum Muslimin.
            DR. Adian Husaini memberi analogi tentang pemahaman yang salah tentang Islam, yaitu ibarat virus yang berkembang biak, membajak, dan merusak sel-sel tubuh. Virus bisa dijinakkan dengan metode tertentu sehingga bisa disuntikkan kembali ke dalam tubuh untuk merangsang tumbuhnya anti bodi di dalam tubuhnya.
            Di era di mana virus-virus pemikiran bergentayangan secara bebas di berbagai arena kehidupan, termasuk di perguruan tinggi Islam, maka cara terbaik ialah dengan mengenali virus pemikiran untuk kemudian dijinakkan. Sebab, memang tidak mudah lari dari serangan virus.[9]
            Islam tidak membatasi dan tidak melarang penganutnya untuk menerima konsep-konsep dari luar, selama konsep itu tidak bersinggungan dengan aturan baku Islam. oleh karena itu sikap simpatik para orientalis tidak serta merta menjadikan pemikiran mereka menjadi benar. Adian Husaini memberikan analisa gamblang tentang asumsi dan juga konsekuensi dari framework diatas adalah pengingkaran terhadap tradisi intelektual Islam yang berbasis pada wahyu. Akan tetapi, sumber ilmu keislaman yang bersifat mutawatir tidak diakui oleh mereka sebagai sumber valid. Mereka tidak menghubugkan kajian mereka tentang Islam yang spesifik dengan prinsip yang umum dan universal. Kajian mereka tentang hal-hal yang spesifik seperti tentang sejarah Al-Qur’an, etika dalam Islam, dan lain-lain tidak dikaitkan dengan makna Islam sebagai suatu agama dan pandangan hidup yang memiliki prinsip dan tradisinya sendiri.[10]
            Islam tidak juga mengekang penganutnya dari pengaruh luar. Islam adalah agama dan pandangan hidup yang telah melahirkan peradaban yang gemilang. Akan tetapi untuk mempertahankan dan mengembangkan peradaban Islam tidak berarti menolak mentah-mentah masuknya unsur-unsur peradaban asing. Sebaliknya untuk bersikap adil terhadap peradaban lain tidak berarti bersikap permisif terhadap masuknya segala macam unsur dari peradaban lain tanpa proses adaptasi.[11]
            Peradaban Islam yang gemilang padang abad terdahulu oleh orang masa sekarang banyak dijadikan sebagai bahan untuk bernostalgia oleh umat Islam pada hari ini. Tanpa merinci bagaimana umat Islam terdahulu mampu mencapai masa kegemilangan mereka. Sejarah kegemilangan Islam diajdikan bahan contoh jika ada pihak lain meminta bukti akan kejayaan, toleransi Islam.
            Selain itu, menjadi sebuah keharusan untuk berhati-hati atas opini-opini yang disebar oleh orang-orang sekuler tidak boleh ditelan langsung, harus difilter terlebih dahulu. Artinya, jangan mudah percaya begitu saja dengan opini-opini yang disampaikan oleh kaum-kaum sekuler. Surat Al-Hujarat ayat 6 dengan tegas memberikan pedoman bagaimana menangggapi opini-opini yang disebar oleh orang fasik.
            “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa berita, periksalah dengan teliti (tabayyun) agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Al-Hujarat: 6).   
            Siapakah yang dimaksud dengan fasik oleh ayat diatas. Kata fasik berasal kata al-fisq yang berarti keluar. Para ulama mendefinisikan fasik sebagai orang yang durhaka kepada Allah SWT karena meninggakan peintah-Nya atau melanggar ketentuan-Nya. Tidak mudah begitu mudah menentukan batasan yang tegas apakah seseorang masuk kategori fasik. Di dalam Al-Qur’an kata fasik muncul dalam berbagai konteks. Terkadang, kata fasik dihubungkan langsung dengan kekafiran dan kedurhkaan (Al-Hujarat: 7) dan terkadang dihubungkan dengan kebohongan dan percekcokan (Al-Baqarah: 197).  
                           


BAB III
PENUTUP

  1. Pemahaman terhap Islam harus komprehensif tidak bisa hanya dengan mengandalkan perasaan dalam memahami Islam. Sebab Islam mempunyai aturan-aturan baku yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits.
  2. Seorang pendeta Kristen asal Irak mengumumkan bahwa sudah saatnya sekarang untuk melakukan studi kritis terhadap teks Al-Qur’an sebagaimana yang telah mereka lakukan terhadap kitab suci Yahudi yang berbahasa Ibrani-Arami dan kitab suci Kristen yang berbahasa Yunani. Seruan semacam ini dilatarbelakangi oleh kekecewaan sarjana Kristen dan Yahudi terhadap kitab suci mereka dan juga disebabkan oleh kecemburuan mereka terhadap umat Islam dan kitab suci Al-Qur’an.
  3. Pandangan-pandangan yang keliru terhadap Islam adalah buah dari virus-virus yang masuk ke dalam tubuh umat Islam secara tidak sadar. Seorang pengajar yang tidak sadar terjangkiti virus akan menularkan kepada anak didiknya.
  4. Dalam sejarah, Rasulullah tidak menutup diri bagi konsep dari luar. Terbukti dengan keterbukaan Rasulullah menerima usulan dari sahabat Salman Al-Farisi dalam membuat parit guna sebagai strategi melawan musuh-musuh Islam.
  5. Menurut para ulama orang fasik dilarang memegang suatu amanah atau jabatan yang berhubungan dengan kepercayaan. Al-Qur’an sudah memberi garis yang tegas: jika orang fasik membawa berita, telitilah berita yang dibawanya tersebut dan jangan mudah percaya begitu saja kepada informasi yang disampaikan oleh orang fasik.











DAFTAR PUSTAKA
Arif, Syamsuddin. 2008. Orientalis dan Diabolisme Pemikiran. Jakarta: Gema Insani.
Armas, Adnin. 2003. Pengaruh Kristen Orientalis Terhadap Islam Liberal. Jakarta: Gema                Insani
Husaini, Adian. 2005. Wajah Peradaban Barat Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekular-              Libera. Jakarta: Gema Insani
Husaini, Adian. 2009. Virus Liberalisme di Perguruan Tinggi Islam. Jakarta: Gema Insani.
Husaini, Adian. 2002. Penyesatan Opini. Jakarta: Gema Insani.





[1] . Adian Husaini, Virus Liberalisme di Perguruan Tinggi Islam, (Depok: Gema Insani, 2009), h. 17.
[2] . Adian Husaini, Penyesatan Opini, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), h. ix.
[3] . Op Cit. h. 18
[4] . Ibid, h. 18
[5] . Op Cit, Adian Husaini, Penyesatan Opini, h. ix
[6] . Syamsuddin Arif, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran, (Jakarta: Gema Insani, 2008), h. 148.
[7] . Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekular-Liberal, (Jakarta: Gema Insani, 2005), h. 3
[8] . Adnin Armas, Pengaruh Kristen-Orientalis Terhadap Islam Liberal, (Jakarta Gema Insani, 2003), h. xiv
[9] . Adian Husaini, Virus Liberalisme di Perguruan Tinggi Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2009), h. 23
[10] . Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat, Op Cit, h. xxxii
[11] . Ibid, h. xxxiii

Biografi Fazlur Rahman


Fazlur Rahman lahir di daerah Hazara, Pakistan (dahulu dinamakan India-Inggris), pada 21 September 1919, di tengah-tengah keluarga Malak. Pendidikannya dimulai dari lingkungan keluarga yang taat beragama. Ayahnya bernama Maulana Sahab al-Din, alumni dari sekolah menengah terkemuka di India, Darul Ulum Doeband. Ayahnya belajar dengan beberapa tokoh terkemuka. Di antaranya Maulana Mahmud Hasan (w.1920) yang biasa dikenal sebagai Syaikh al-Hind, dan seorang Fakih ternama Maulana Rasyid Ahmad Gangohi (w. 1905). Meskipun Fazlur Rahman tidak belajar di Darul Ulum, ia menguasai kurikulum Darse-Nizami yang ditawarkan di lembaga tersebut dalam kajian privat dengan ayahnya.
Sumber Gambar: http://blog.muntadhar.com
Ayahnya memperhatikannya dalam hal mengaji dan menghafal Al-Qur’an, sehingga pada usia 10 tahun, ia telah hafal Al-Qur’an seluruhnya. Menurutnya ada beberapa faktor yang mempengaruhi karakter dan kedalaman keagamaannya. Di antara faktor-faktor tersebut yang terpenting adalah ketekunan ayahnya dalam mengajarkan agama kepadanya di rumah dengan disiplin tinggi.
Hal yang mempengaruhi pemikiran keagamaan Fazlur Rahman adalah bahwa ia dididik dalam sebuah keluarga dengan tradisi mazhab Hanafi yang banyak menggunakan rasio (ra’yu) disbanding mazhab sunni lainnya. Selain itu, di India ketika itu telah berkembang pemikiran yang agak liberal seperti yang dikembangkan oleh Syaikh Waliyullah, Sayid Ahmad Khan, Sir Sayid, Amir Ali, dan Muhammad Iqbal.
Pada tahun 1933, ia memasuki sekolah modern di Lahore. Kemudian pada tahun 1940, ia menyelesaikan BA-nya dalam bidang bahasa Arab pada Universitas Punjab. Dua tahun selanjutnya ia berhasil menyelesaikan Masternya dalam bidang yang sama di Universitas yang sama.
Pada tahun 1946 ia pergi ke Oxford dengan mempersiapkan disertasinya tentang Psikologi Ibnu Sina di bawah pengawasan Profesor Simon Van Den Bergh. Dua tahun berikut, disertasinya diterbitkan oleh Oxford University Press dengan judul Avicennas’s Psychology. Pada tahun 1959 karya suntingannya dari kitab al-Nafs karya Ibnu Sina diterbitkan oleh penerbit yang sama dengan judul Avicenna’s De Anima.
            Fazlur Rahman menguasai banyak bahasa, yaitu Latin, Yunani, Inggris, Jerman, Turki, Arab, dan Urdu. Penguasan bahasa yang baik ini memmudahkannya dalam memperdalam dan memperluas keilmuannya.
            Setelah tamat di Oxford, ia mengajar mengajar selama beberapa tahun di Durham University, Inggris. Di sini ia berhasil menyelesaikan karya orisinalnya yang berjudul Prophecy in Islam: Philosophy and Orthodoxy. Selanjutnya  ia mengajar di Institute of Islamic Studies, McGill University, Kanada.  
            Pada tahun 1960-an, ia pulang ke Pakistan. Dua tahun kemudian ia ditunjuk sebagai Direktur Lembaga Riset Islam setelah sebelumnya menjabat sebagai staf di lembaga tersebut beberapa saat. Selama bertugas ia berhasil menerbitkan dua jurnal ilmiah, yaitu Islamic Studies dan Fikr u-Nazr (berbahasa Urdu). Kemudian pada tahun 1964, ia ditunjuk sebagai Dewan Penasehat Ideologi Islam Pemerintah Pakistan. Akan tetapi, pada tahun 1969, ia melepas posisinya sebagai Dewan Penasihat Ideologi Islam Pemerintah Pakistan setelah beberapa saat ia melepas jabatannya selaku Direktur Lembaga Riset Islam.  
            Selanjutnya ia diterima sebagai tenaga pengajar di Universitas California, Los Angeles, Amerika. Lalu pada tahun 1969 ia menjabat sebagai Guru Besar kajian Islam dalam berbagai aspeknya di Departement of Near Eastern Languages and Civilization, university of Chicago. Ia menetap di Chicago kurang lebih selama 18 tahun, sampai meninggal dunia pada 26 Juli 1988.
            Selain memberi kuliah tentang Al-Qur’an. Filsafat Islam, kajian-kajian tentang al-Ghazali, Ibn Taimiyah, Syakh Waliyullah, Muhammad Iqbal dan lain-lain, ia juga aktif sebagai pemimpin berbagai proyek penelitian universitas tersebut. Salah satu proyek yang dipimpin bersama-sama dengan Prof. Dr. Leonard Binder adalah tentang Islam dan perubahan sosial yang melibatkan banyak sarjana junior.

__________________________________
Sumber dari riwayat hidup Fazlur Rahman disarikan dari dua buah buku, yaitu, Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012), cet., I 2012, hlm., 315-318. Dan dari buku, Fazlur Rahman, Gelombang Perubahan Dalam Islam, (PT RajaGrafindo Persada, 2000), disunting oleh Ebrahim Moosa, cet., I, hlm., 1-4.